Pernah dengar istilah “bandwagon” di dunia maya? Sebenarnya istilah ini tidak hanya terjadi di internet, melainkan bisa di mana saja. Bagi yang belum tahu, bandwagon adalah sebuah efek atau kondisi, di mana masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengikuti suatu tren yang sedang terjadi. Mulai dari gaya hidup, konten di media sosial, perilaku, cara berbicara, tren hiburan, dan masih banyak lagi. Sudah menjadi hal umum bagi manusia untuk mengikuti suatu tren, meskipun terkadang dilakukan secara tidak sengaja.
Dilansir dari Sindo News, istilah bandwagon pertama kali dikenalkan pada pertengahan abad ke-19 di Amerika Serikat. Menariknya, istilah ini sebenarnya merujuk pada parade musik dan sirkus. Biasanya dalam sebuah parade musik maupun acara sirkus, terdapat kereta musik. Kereta musik inilah yang dinamakan bandwagon. Sambil memainkan alunan musik, orang-orang pun langsung datang dan turut meramaikan festival tersebut. Dari fenomena inilah, langsung melahirkan istilah bandwagon effect.
Dilansir dari Intisari, psikolog mengungkapkan bahwa efek bandwagon sebenarnya termasuk bagian dari bias kognitif, di mana bisa dialami oleh banyak orang secara bersamaan. Maksudnya adalah pemikiran seseorang bisa dipengaruhi oleh sesuatu yang sering dilakukan banyak orang. Misalnya, tren membuat konten prank. Berhubung jenis konten ini sedang laris di kalangan kreator, tidak sedikit yang mengunggah konten serupa demi popularitas.
Di media sosial, bandwagon sudah menjadi hal yang biasa. Seperti jenis konten yang sedang tren pun menjadi inspirasi bagi orang untuk mengikutinya. Tidak hanya itu. Warganet juga seringkali mengadakan semacam challenge di platform media sosial, hanya sekadar ‘ikut-ikutan’ tren. Misalnya seperti Tari Ubur-Ubur di TikTok, yang terjadi pada beberapa bulan lalu. Sebagian besar masyarakat di Indonesia mengikutinya, agar bisa diakui oleh orang lain.
Mengunggah konten-konten bandwagon dianggap menguntungkan bagi para konten kreator. Hal ini karena dapat meningkatkan traffic di media sosial, serta memperoleh popularitas. Angka follower dan liker meningkat dalam waktu yang tidak lama. Akan tetapi, bandwagon effect juga bersifat sementara, karena hanya tren di saat itu. Selain itu, kamu juga perlu memilah-milah, mana yang cocok dan positif untuk dijadikan bandwagon dan mana yang tidak. Enggak ada salahnya mengikuti perkembangan, tetapi tetap sesuaikan dengan kultur, etika, dan prinsip yang benar.
Melihat perkembangan teknologi branding dan media sosial yang semakin canggih, membuat salah satu studio kreatif di Bintaro, Upmosphere Creative terlibat dalam pengelolaan konten media sosial untuk keperluan bisnismu. Upmosphere memiliki beragam varian jasa yang ditawarkan, mulai dari social media maintenance, visual branding, graphic design, hingga fotografi.
Berlokasi di Instaprint Bintaro, Lt. 3, Ruko Kebayoran Arcade 5, Blok F3 No.2, CBD Kebayoran Boulevard, Bintaro Jaya Sektor 7, Tangerang Selatan, Upmosphere bertujuan untuk menjawab kebutuhan para pelaku bisnis UKM dalam mengembangkan bisnisnya melalui visual dan komunikasi yang baik. Apabila kamu berdomisili di wilayah Bintaro maupun Tangerang Selatan dan ingin menghidupkan brand-mu, bisa menghubungi Upmosphere melalui e-mail atau datang langsung ke lokasi. Enggak ingin dong brand kamu terlihat monoton dan kaku, bukan?
Upmosphere Creative
Instaprint Bintaro, Lt. 3, Ruko Kebayoran Arcade 5, Blok F3 No.2, CBD Kebayoran Boulevard, Bintaro Jaya Sektor 7, Tangerang Selatan 15229
E-mail: upmospherecreative@gmail.com
Instagram: @upmosphere
Image credit: https://unsplash.com/@matheusferrero
Sumber:
https://nasional.sindonews.com/berita/1360696/18/bandwagon-effect